Ali, namanya terukir indah dalam lembaran
sejarah meski tidak setiap orang mengenal sosok mulia ini sebagaimana adanya.
Bahkan di era teknologi informasi dewasa ini, nama Ali merupakan nama
terbanyak setelah Muhammad. Dengan bantuan situs pelacak Google berbahasa
Inggris, nama Ali ditemukan dalam 6.560.000 situs. Adapun dengan situs
pelacak google berbahasa Perancis ditemukan setidaknya 7.810.000 situs
membahas tentang Ali.
George
Jordac, pemikir Kristen berkebangsaan Lebanon menulis,"Sejarah
membuktikan bahwa keutamaan Ali tidak kenal habisnya, penghulu para syuhada,
penyeru keadilan dan tokoh yang abadi di Timur. Di antara putra Adam dan Hawa
sepanjang sejarah, tidak ada yang meneriakkan kebenaran seperti Ali. Ali
adalah jantung Islam seperti aliran air yang keluar dari mata air. Sebelum
memeluk agama Islam, kaum muslim masa itu menyembah berhala. Namun Ali adalah
orang yang pertama kali beriman kepada Muhammad dan menyembah Allah swt. Ali
seperti gunung yang tegar berdiri menegakkan kebenaran.
Dengan
kebersihan dan kesucian hati dan keimanan, Ali menghadapi kaum zalim,
penguasa dan kapitalis. Ia adalah laut yang gelombangnya menghempas seluruh
penjuru alam semesta. Namun, hati Ali meleleh menyaksikan tetesan air mata
seorang anak yatim." Lebih lanjut, Jordac, berteriak, "Wahai dunia,
apa jadinya jika seluruh kekuatanmu seperti Ali dengan akal, hati dan
pedangnya ?"
Dengan
datangnya gelombang baru dunia dan meningkatnya arus kebangkitan hati serta
kesadaran menuju kebenaran dan hakikat, penulis Kristen ini menulis,
"Era baru telah datang dan saya menyaksikan makna nilai-nilai dari sosok
putra Abu Thalib dan senantiasa dalam hembusan nafasnya tercermin akhlak
sebagai manifestasi komitmen kemanusiaan."
Terkadang
semakin tinggi tingkat pengetahuan manusia atas ilmu dan kebenaran, maka ia
semakin dirugikan oleh ketidaktahuan orang lain. Ali termasuk di antaranya.
Di bidang ilmu pengetahuan, Ali tiada taranya. Ia dengan pemikiran transendennya
melakukan perubahan besar di arena pemikiran dan ilmu pengetahuan, namun ia
seringkali mendapat penentangan dari orang-orang yang bodoh. Ali
berseru,"Sadarlah, demi ayah dan ibuku yang menyerukan kebenaran kepada
(umat manusia setelahku), yang namanya terkemuka di langit dan tidak dikenal
di bumi. Ketahuilah. Kita harus menanti dampak akibat perbuatan
kita."(Nahjul Balaghah, Khutbah 187/229).
Ali
menilai orang-orang bodoh adalah orang yang kebingungan dan tersesat.
Sedangkan orang orang yang berilmu tetap tidak bisa terbebas dari kesalahan,
jika hanya bertumpu pada pengetahuan dan akalnya saja. Karena manusia
seringkali dipengaruhi oleh kecenderungan syahwat dirinya sendiri.
Imam Ali
menilai sikap membangkang dan sebaliknya mengikuti secara membabi buta
bertentangan dengan spirit pencari kebenaran. Tidak hanya itu, beliau juga
mengecam sikap tersebut dan menyerukan kepada umat manusia untuk berpikir
dengan mengatakan, "Allah merahmati orang-orang yang berpikir dan
mengambil pelajaran."
Kearifan
merupakan sinar dan cahaya khusus yang dihasilkan dari tafakur dan
menggunakan cahaya wahyu serta keimamahan dari dalam diri manusia. Orang yang
tidak memiliki kearifan tidak memiliki kemanusiaan, karena pemikiran mereka
berada dalam kegelapan dan tidak mengenal kebenaran. Dengan demikian, mereka
tidak mengenal jalan kebahagiaan.
Al-Quran
membedakan antara orang yang memiliki pelita kearifan dalam dirinya dan orang
yang tidak memilikinya. Surat al-Anam ayat 122 mengungkapkan, "Dan
apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah
mereka kerjakan."
Kearifan
merupakan sandaran perilaku manusia. Dengan demikian nilai manusia ditentukan
oleh jenis pandangan dunianya. Imam Ali as berkata,"Nilai manusia
ditentukan oleh tingkat pengetahuannya." Terkait hal ini, Imam Ali
menyerukan kepada umat manusia untuk memanfaatkan potensi akal yang disertai
ketakwaan. Sejatinya, supaya cahaya kearifan tetap berlanjut, harus membangun
benteng untuk mencegah dari berbagai hantaman badai, dan takwa adalah benteng
yang kokoh untuk mengendalikan diri manusia.
Akal
merupakan sumber pengetahuan manusia. Akal berperan vital dalam sistem
pemikiran. Dengan kata lain, berpikir dan merenung merupakan faktor pembentuk
kearifan. Imam Ali berkata,"Barang siapa yang panjang akalnya, maka
pandangannya akan baik."
Orang yang
pandangan dunianya hanya bertumpu pada unsur-unsur material saja seperti
pasien yang mengidap penyakit ketidaksadaran dan kesesatan. Orang yang buta
mata hatinya adalah orang yang membatasi sumber pengetahuan hanya pada akal
dan hatinya hanya pada dimensi material saja. Imam Ali as menempatkan Dinasti
Umayah dalam kelompok ini. Mereka tidak menerangi hatinya dengan cahaya hati
dan tidak menyalakan pengetahuan dalam dirinya. Beliau mendoakan orang yang
menuntut ilmu dan makrifah. Beliau berkata,"Tuhanku, berkahilah orang
yang mendengar perkataan hikmah dan menerimanya."
Imam Ali
menilai orang yang berpengetahuan merupakan faktor yang menyebabkan
terbukanya kesadaran. Beliau mengatakan bahwa orang-orang berpengetahuan
adalah orang yang memandang dengan kacamata akal dan menerobos dunia material
hingga menembus dunia non materl dan hasilnya ia berhasil mencapai tujuan.
Imam Ali
menempatkan al-Quran sebagai sebuah sumber kebenaran bagi orang-orang yang
berakal. Beliau juga menyerukan kepada umat Islam untuk mengamalkan ajaran
Islam menuju jalan kebahagiaan. Di bagian lainnya Imam Ali menasehati, supaya
kita memandang dengan pandangan Quran. Dengan kitab suci ini, orang akan
berada dalam naungan cahaya dan tidak akan keluar dari rel dan membimbing
menuju tujuan sejati."
Imam Ali
di bagian lainnya menyebut al-Quran sebagai petunjuk yang tidak akan
menyesatkan manusia. Beliau menegaskan,"Ketahuilah! Sebagaimana al-Quran
sebagai penasehat yang tidak akan menipu, ia juga merupakan pedoman yang
tidak akan menyesatkan dan tidak pernah bohong..."
Salah satu
pesan mulia Imam Ali lainnya mengenai seruan untuk mengambil pelajaran dari
sejarah orang-orang terdahulu. Imam Ali dalam wasiatnya kepada putranya Imam
Hasan, mengatakan "Pelajaran penting dan bernilai dari sejarah ikatlah
dalam hatimu hingga kamu bisa mengambil pelajaran dari kehidupan orang-orang
terdahulu karena lambat atau cepat engkau akan seperti mereka meninggalkan
kerabat dan sahabatmu menuju perjalanan panjang. Berpikirlah apa yang harus
kamu lakukan !"
Di mata
Imam Ali, manusia memiliki keutamaan yang tinggi, sehingga manusia sendiri
tidak boleh menggoyahkan kedudukannya yang mulia dengan perbuatan buruk.
Imam Ali
berkata, "Allah merahmati orang yang menyaksikan kebenaran dan
mendukungnya, maupun orang yang menyaksikan kezaliman dan memeranginya."
(IRIB/PH/NA)
Atikel di sunting dari; http://www.balaghah.net/nahj-htm/id/id/bio-imam/9006.htm
No comments:
Post a Comment